Indotodays.com – Pematang Siantar. Pengurus Cabang Gerakan Pemuda Ansor, (PC. GP Ansor ) Kota Pematang siantar yang di ketuai oleh Ridwan Akbar M Pulungan, S. Sos meminta menteri BUMN Bapak Erik Tohir agar mencopot Direktur PTPN III. Jumat, (02/12/2022).
Hal itu di sampaikan setelah mengamati kinerja Direktur PTPN III yang telah menghancurkan tatanan kehidupan Sosial Masyarakat di kelurahan Gurilla Kota Pematangsiantar. Dalam pandangan kami PTPN III sebagai instrumen negara harus juga mengedepankan prinsip menjaga dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang sudah berjalan.
“Apa yang terjadi di Kelurahan Gurilla dalam 2 bulan terakhir ini seakan seperti upaya. Kolonialisme berwajah Nasionalisasi yang melakukan pecah bela, teror dan intimidasi untuk kembali menguasai tanah yang sudah terbangun kehidupan sosial kemasyarakatan berpuluh tahun lamanya.” Katanya.
Ridwa juga menjelaskan bahwa kondisi ini adalah suatu krisis yang menggambarkan kebutuhan masyarakat akan tanah sebagai sumber kehidupan ekonomi dan kronisnya ketidakadilan wilayah agraria di tanah Gurilla Kota Pematang siantar.
“Dari data sejarah yang ada tarik menarik kepentingan terlihat jelas sejak akan berakhirnya HGU PTPN III 31 Desember 2004. Keinginan PTPN III memperpanjang HGU sesuai dengan fungsi perkebunan yakni untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional dengan tujuan akhir kemakmuran dan kesejahteraan rakyat juga peningkatan fungsi ekologi dan sosial budaya. Yang sesungguhnya gambaran dari tujuan itu sudah berjalan di Tanah Gurilla.” Jelasnya.
Selain itu, menurut Ridwan yang kerap di sapa Akbar itu, bahwa Dldari sudut kepentingan Pemerintahan Kota dengan perluasan wilayah Administratif Kota Pematang siantar sesuai dengan kebutuhan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota dan PP Nomor 15 tahun 1986 tentang pemekaran Kota, maupun UU Nomor 26 tahun 2007 tentang Tata Ruang. Kebun Bangun Areal HGU PTPN III masuk dalam 2 wilayah yakni Pematang siantar seluas 700 Ha dari 853,41 Ha total keseluruhan persediaan tanah PTPN III yang ada di Kota Pematangsiantar, dan Simalungun seluas 895,8 Ha.
“Dari kebutuhan RTRW inilah Pihak Pemerintah kota Pematangsiantar pada juli 2004 mengeluarkan Perwa untuk mengkaji perpanjang HGU PTPN III yang berada di wilayah Kota Pematangsiantar. Tetkait dengan klaim PTPN III yang telah mengantongi perpanjangan HGU dari Badan Pertanahan Simalungun di kelurahan Gurilla sejak 2005 adalah keliru,” kata Ridwan.
Menurut Rancangan Umum Tata Ruang Wilayah (RUTRW) Kota Pematangsiantar areal tersebut akan dikembangkan menjadi areal pemukiman penduduk maka pemegang HGU diwajibkan melepas areal seluas 126,59 dan tidak disarankan lagi untuk penggunaan tanah perkebunan melainkan harus diubah kepenggunaan tanah sesuai RUTRW yang artinya pihak PTPN III harus memohon hak baru semisal HGB ( Hak Guna Bangunan ).
“Maka dengan penentuan
RUTRW ini pendaftaran dan penerbitan sertifikat HGU yang semula no 3 tahun 2005 yang dikeluarkan oleh BPN Simalungun maupun sertifikat No 1/Kota Pematangsiantar hasil dari penyesuaian tata pendaftaran tanah pada November 2021 yang dilakukan pada kantor pertanahan Kabupaten Simalungun mengandung dugaan cacat administrasi,” ujar Akbar.
Lanjut Akbar menambahkan bahwa disayangkan dasar yang diduga cacat secara administrasi ini malah dijadikan dasar pihak PTPN III memobilisasi aparat keamanan TNI / Polri / Satpol PP dalam jumlah yang besar dan massif untuk merusak tatanan kehidupan sosial kemasyarakatan yang telah tumbuh di Gurilla.
“Berbagaicara dilakukan pihak PTPN III untuk merusak tatanan kehidupan sosial, menciptakan konflik horizontal sesama masyarakat mulai dari mempengaruhi tokoh masyarakat, Agama Pemuda dan lainnya dengan memberikan suguh hati (Tali kasih) maupun cara cara lainnya hingga kekerasan, tekanan sikologi dan eksekusi.” Jelasnya.
Lemahnya Pemerintahan Kota Pematangsiantar saat ini seakan dijadikan mainan oleh PTPN III hingga tak berdaya mengawal dan menata rakyatnya yang tanpa kita sadari telah merintis mempertahanan dan memperjuangkan perjalana RUTRW 1987.
“Pemerintahan Kota malah berjalan terbalik bukan mendukung RUTRW malah ikut serta dalam eksekusi lahan di Gurilla dengan melibatlan Satpol PP. Padahal dari HGU yang cacat administratif dan merujuk pada hapusnya HGU berpedoman pada PP 40 tahun 1996 pada pasal 17 poin e) di telantarkan. Juga pada PP No 18 tahun 2021 pasal 27. Kita harus jujur dan obyektif melihat kondisi penguasaan rakyat akan tanah secara histori adalah rakyat bergerak dengan caranya sendiri.” Jelasnya.
Menuntut pengembalian tanah (reklaiming) atas areal yang diambil secara paksa oleh pihak perkebunan dahulu tahun 1960 ke 1970 an. Masyarakat setempat dalam melihat tanah yang habis HGU nya apalagi di telantarkan seperti melihat anugrah sumber kehidupan mendapat angin segar.
Semua mencari alas hak dan pembenaran untuk hadir dalam pemanfaatan tanah dalam mempertahankan hidup, mengatasi kehidupan sebagai asasi manusia. Ditambah kebutuhan atas tanah bagi masyarakat lemah yang semakin meningkat. Spirit ini berjalanan dan bergulir puluhan tahun sejak reformasi 1998, juga pada mei 2000 pernyataan Presiden Abdurrahman Wahid di depan Konfrensi Nasional Pengembangan Sumber Daya Alam mengatakan bahwa sepatutnya PT. Perkebunan (PTP) merelakan 40 tanah yang dikuasainya dikembalikan kepada rakyat.
Penguatan melalui SK Panitia Landreform, UUPA tahun 1960 dan lainnya. Lambannya negara dalam menyikapi ini didahului oleh rakyat dan masyarakat yang mencari kehidupan hingga saat sejak tahun 2000 sampai 2022 ini hampir sekitar 200 an KK mengelola membangun, berkehidupan membangun kehidupan sosial keagamaan diatas tanah Gurilla selama kurang lebih 22 tahun.
Baca Juga: Komitmen Zero Halinar, Lapas Tebing Tinggi Kanwil Kemenkumham Sumut Gandeng APH Razia Blok Hunian
Maka jika saat ini pihak PTPN III melakukan yang disebut mereka Okupasi namun bercorak eksekusi adalah perbuatan yang menyalahi jauh dari nilai kemanusiaan. Kenapa tidak sejak dari dulu tahun 2005 yang katanya sudah memegang HGU sebelum terbangunya tatanan kehidupan sosial, masyarakat, budaya dan keberagamaan.
Kelurahan Gurilla saat ini juga sudah menjadi sumber kehidupan yang turun temurun. Untuk itu kami dari Pengurus Cabang, Gerakan Pemuda Ansor ( PC, GP Absor ) Kota Pematang Siantar.
1. Meminta Kepada Presiden Republik Indonesia dan Menteri BUMN untuk mencopot Direktur PTPN III karna telah merusak tatanan kehidupan, di Kelurahan Gurilla Kota Pematangsiantar Sumatera Utara.
2. Meminta Kepada Kapolri untuk mengusut keterlibatan Kapolres Kota Pematangsiantar dalam upaya Eksekusi kehidupan Masyarakat di Kelurahan Gurilla.
3. Meminta Kepada Panglima ABRI untuk mengusut dan menindak keterlibatan TNI dalam eksekusi kehidupan masyarakat Kelurahan Gurilla karna TNI adalah alat Pertahanan Negara.
4. Meminta kepada KPK RI untuk melakukan pemeriksaan sumber dana yang digelontorkan dalam eksekusi warga Kelurahan Gurilla, yang diragukan sumber resmi dan tujuan penggunaannya.
5. Meminta Kepada Walikota Pematangsiantar untuk keberpihakan kepada Masyarakat Kelurahan Gurilla dan melakukan penataan sesuai dengan RTRW Kota Pematangsiantar.
6. Meminta kepada DPRD Kota Pematangsiantar dan seluruh Partai Politik untuk bekerjasama membantu kehidupan Masyarakat Gurilla dan perluasan administratif Kota Pematangsiantar. Demikian pernyataan sikap ini kami perbuat agar menjadi pertimbaangan dan perhatian untuk diperjuangkan. (Red)