Jakarta (DKI Jakarta) – Indotodays.com
Laporan Gerakan Anti Radikalisme (GAR) Alumni ITB kepada Din Syamsuddin baru-baru ini menjadi sorotan.
Beberapa pihak menilai, tudingan radikal kepada tokoh Muhammadiya itu dianggap keliru dan juga menyakiti.
Satu di antara dukungan kepada Din Syamsuddin datang dari Anggota DPR RI Dedi Mulyadi.
Ia menilai, masyarakat dan pemerintah harus bisa membedakan antara kritik dan radikal.
“Kita harus bisa membedakan mana kritikus mana radikalis, jadi kalau kritikus senantiasa kritik pemerintah dari sisi kebijakan di bidang ekonomi.”
“Sosial infrastruktur, ketatanegaraan dan aspek yang bersifat kebijakan politik maka kritikus senantiasa mengkritik kebijakan itu,” kata Dedi pada Senin (15/2/2021), dikutip dari Kompas.com.
Berbeda dengan kritik, Dedi menilai, radikalisme justru lebih mengedepankan isu-isu tentang agama dan keyakinan suatu kelompok.
“Radikalisme senantiasa yang diomongin aspek yang bersifat agama dan keyakinannya.”
“Menyerang orang dari cara pandang dia dalam keinginannya menerapkan sistem syariat yang diyakini. Radikalis itu jarang menyoroti kebijakan pembangunan,” jelasnya.
Sementara kritik, lanjut Dedi, justru sangat diperlukan negara untuk memperbaiki kekurangan dari setiap kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah.
“Kritikus sangat diperlukan dalam manajemen pengelolaan pemerintahan agar terjadi check and balance,” ungkapnya.
Sementara radikalisme, kata Dedi, akan lebih banyak berisi ancaman, baik kepada individu atau bahkan kepada negara.
Tuduhan kepada Din Syamsuddin Ditepis Dua Menteri
Selain dari anggota DPR RI, dukungan kepada Din Syamsuddin juga datang dari dua Menteri Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhuma) Mahfud MD turut menanggapi isu radikal yang dilayangkan kepada Din Syamsuddin.
Ia menilai, Din Syamsuddin adalah seorang tokoh yang kritis dan harus didengar.
Mahfud memastikan, pemerintah tidak berniat melakukan sanksi hukum pada Din Syamsuddin.
“Beliau itu penggagas negara terbentuk karena kesepakatan. Kalau menurut Nahdatul Ulama (NU) Darul Ahdi. Kalau menurut Muhammadiyah Darul Ahdi.”
“Sama, itu artinya negara yang hadir karena kesepakatan lintas etnis, agama dan sebagainya” kata Mahfud MD, dalam video Humas Kemenko Polhukam, Minggu (14/2/2021).
Baca Juga : Lapas Klas IIA Pematangsiantar Adakan Kegiatan Rehabilitasi Medis dan Sosial
Mahfud juga mengatakan, Din bahkan pernah diberi tugas oleh pemerintah untuk melakukan perjalanan keliling dunia untuk menyampaikan Islam yang damai. (Red)
Sumber : Tribunnews.com