Indotodays.com – Pematangsiantar. Masih ingat kasus Dainer Girsang yang sempat mendapat perhatian luas karena dinyatakan DPO, lalu ditangkap dan ditahan oleh Reskrim Polres Kota Pematangsiantar dalam dugaan tindak pidana pencurian sawit di Tanjung Pinggir, Kecamatan Siantar Martoba Kota Pematangsiantar?
Faktanya di PN Pematangsiantar, Dainer Girsang diputus bebas karena dinilai tidak terbukti bersalah melanggar Pasal 363 ayat (1) ke-4 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-2 KUH Pidana sebagaimana dakwaan Jaksa. Namun terhadap putusan tersebut Jaksa mengajukan kasasi ke MA – RI dengan alasan bahwa hakim judex factie salah dalam penerapan hukum.
Terhadap kasasi tersebut, Mahkamah Agung dalam Putusan Nomor : 618 K/Pid/2020 tertanggal 14 Juli 2020, menolak kasasi Jaksa dan menguatkan Putusan PN Pematangsiantar Nomor : 343/Pid.B/2019/PN Pms tertanggal 26 Februari 2020, yang membebaskan Terdakwa Dainer Girsang dari segala dakwaan dan tuntutan Jaksa.
Dalam siaran persnya, Senin (22/11/2021), Daulat Sihombing, SH, MH, Advokat dari Sumut Watch selaku Penasehat Hukum menjelaskan, Mahkamah Agung dalam pertimbangan putusannya menyatakan alasan kasasi penuntut umum mengenai adanya kesalahan penerapan hukum atau penerapan hukum tidak sebagaimana mestinya, tidak dapat dibenarkan.
“Karena, judex facti tidak salah menerapkan hukum dalam mengadili terdakwa dan tidak terdapat cukup bukti untuk menyatakan terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana “Menyuruh melakukan pencurian dalam keadaan memberatkan”, karena tidak didukung oleh fakta hukum yang terungkap di persidangan. Dengan demikian, putusan PN Pematangsiantar telah berdasarkan pertimbangan hukum yang benar.” Kata Daulat.
Sebelumnya, PN Pematangsiantar dalam putusannya menyatakan, terdakwa Dainer Girsang tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana, dan oleh sebab itu majelis hakim memerintahkan agar terdakwa dibebaskan dari tahanan Negara. Majelis hakim berpedapat, tuntutan Jaksa yang mendakwa Dainer Girsang melanggar Pasal 363 ayat (1) ke-4 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-2 KUH Pidana, pada unsur kedua “mengambil sesuatu barang”, tidak terbukti atau tidak terpenuhi.
Milik Kelompok 26
Lebih lanjut Daulat menerangkan, perkara kliennya berawal dari laporan Jasmen Saragih yang menuduh kliennya melakukan dan atau menyuruh melakukan pencurian buah sawit, di lahan seluas kurang 20 hektar di Blok 47, Jalan Tuan Rondahaim, Kelurahan Pondok Sayur, Kecamatan Siantar Martoba, Kota Pematangsiantar. Saksi pelapor mengklaim, lahan tersebut adalah milik pribadinya.
“Faktanya berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan, juga conform dengan pledoi atau pembelaan Penasehat Hukum, benar saksi Jasmen Saragih secara bersama-sama dengan terdakwa Dainer Girsang yang tergabung dalam Kelompok 26, memiliki tanah seluas kurang lebih 152 hektar di Tanjung Pinggir, Kelurahan Pondok Sayur, Kecamatan Siantar Martoba, Kota Pematangsiantar, yang diperoleh dari perjuangan hukum melawan Pemko Pematangsiantar.” Terang Daulat Sihombing.
Daulat Sihombing juga mengatakan bahwa, sesuai bukti yang diajukan oleh Penasehat Hukum pada persidangan, berupa Surat Pernyataan Persetujuan Bersama yang dilegalisir Notaris Masta Damanik,SH, Nomor : 2910/L/XII/2001 tertanggal 06 Desember 2001, bahwa kelompok 26 yang diwakili Japalembang Sianturi dan Tulis Sembiring Kembaren, memberikan hak dan kewenangan kepada LSM-FOKRAT yang diwakili oleh Jasmen Saragih, untuk mengurus, mengelola, menjaga dan mengamankan seluruh tanah milik kelompok 26. Jika perjuangan Kelompok 26 berhasil, maka FOKRAT akan mendapatkan 70% dan Kelompok 26 mendapat bagain 30%.
Baca Juga: Daulat Sihombing Tuntut Hefriansyah Sebesar 2 M Lebih
Baca Juga: Sumut Watch Menangkan Gugatan Melawan PD PAUS Pematangsiantar
Karena kedudukan saksi Jasmen Saragih bukan sebagai pribadi, melainkan bertindak atas nama dan kepentingan LSM-FOKRAT, juga berdasarkan keterangan saksi ade charge bahwa tanah lading sawit seluas kurang lebih 20 hektar di Jl. Rondahaim, Kelurahan Pondok Sayur, Kecamatan Siantar Martoba, Kota Pematangsiantar, bukanlah milik Jasmen Saragih pribadi, melainkan milik Kelompok 26 yang pengelolaan dan pengolahanya didanai dari hasil penjualan 4 (empat) hektar tanah milik kelompok 26. (Red).